Hukum Pengangkutan Laut


44357638logoUSM-267x300.jpg

PENGANGKUTAN LAUT
Makalah Ini Disusun Untuk Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang Lanjut

Disusun Oleh :
SEPTIAN VICKY SURYA                          A.131.11.0071


UNIVERSITAS SEMARANG
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
1.Pengaturan angkutan laut
Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia
a.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b.   Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : pasal 307 s/d pasal 747
c.    UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU lain yang terkait
d.   Peraturan Internasional
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar hukum karena Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat digunakan sebagai landasan untuk menghindari kekosongan hukum dalam bidang hukum Pengangkutan. Yaitu apabila di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada dan / atau belum diatur, maka kita bisa menemukannya di dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Prof. Soekardono kemudian membagi Hukum Laut menjadi 2 (dua) yaitu Hukum Laut Keperdataan dan Hukum Laut Publik. Hukum laut bersifat keperdataan atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang-perorangan. Dengan kata lain orang adalah subjek hukum. Yang dimaksud dengan orang di sini adalah pengirim dan penumpang dengan perusahaan pengangkutan.
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya kesepakatan).
Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
1)    Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
-      Waktu tertentu
-      Menyediakan sebuah kapal tertentu
-      Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
-      Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
·       Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
·       Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
·       Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/ lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi.
2)    Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
-       Menyediakan sebuah kapal tertentu
-       Seluruhnya atau sebagian dari kapal
-       Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
-       Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
-      Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
-      Pasal 453 (2) KUHD
-      Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaian
-      Pasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
3)    Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
-         Pasal 520g KUHD: Pengangkutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
-         Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter
Kewajiban Pengangkut
-           Pasal 468 (1) KUHD: Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
-  Pasal 470 (1)
·         Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
·         Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya
·         Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian

Tuntutan Ganti Rugi
-          Jangka Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
-          Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu tahun.
-          Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, dimana terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang
2. Ciri-ciri Kapal Laut Indonesia
Kapal berbendera Indonesia adalah kapal yang memiliki kebangsaan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
        Indonesia sebagai negara berdaulat dan anggota masyarakat internasional, berkewajiban untuk memelihara tata tertib pelayaran internasional antara lain dengan memberikan identitas bagi kapal-kapalnya dan meregistrasikannya dengan cermat. Identitas kapal Indonesia secara fisik diperlihatkan dengan mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal dan bukti kebangsaan kapal dituangkan dalam surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.
        Dalam memenuhi kewajiban sebagai negara bendera untuk menetapkan peraturan nasional mengenai pendaftaran dan pemberian kebangsaan kapal serta melaksanakan yurisdiksi dan pengawasan terhadap kapal-kapal yang mengibarkan bendera kebangasaaannya, Indonesia telah memiliki undang-undang dan berbagai peraturan pelaksanaannya dibidang administratif, teknis dan sosial, yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU.17/2008).
        Pasal 117 ayat (2) mengatur bahwa setiap kapal sesuai dengan daerah pelayaranya harus memenuhi pesyaratan kelaiklautan kapal yang salah satu unsurnya adalah status hukum kapal.
        Menurut Pasal 154 status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses :
1.    Pengukuran kapal
2.    Pendaftaran kapal, dan
3.    Penetapan kebangsaan kapal
Dari ketentuan Pasal 154 dapat kita simpulkan bahwa pengibaran bendera kebangsaan juga menunjukan status hukum kapal.
Karena dari bendera tersebut dapat ditelusuri kebangsaan kapal, hukum yang berlaku diatas kapal dan pemilik kapal.
3. Pendaftaran Kapal
1.    Dasar Hukum
a.    Pasal 314 KUHD
b.    Peraturan Pendaftaran kapal Stbl. 1933 No.48
c.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
d.    Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
e.    Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan /Penggantian Bendera Kapal.
f.     Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.
Pendaftaran kapal pada dasarnya  adalah pendaftaran hak milik atas kapal. Hak milik merupakan bagian dari hukum benda dalam kerangka hukum perdata. Karena itu dasar hukum utama dari pendaftaran kapal adalah Pasal 314 KUHD yang merupakan “lex spesialis” dari KUH Perdata dan Stbl 1933 No. 48 sebagai peraturan pelaksanaannya. Karena pendaftaran kapal merupakan bagian dari status hukum kapal dalam kerangka kelaiklautan kapal, maka UU No.17/2008 dan PP. 51/2002 juga mengatur tentang pendaftaran kapal, tetapi hanya terbatas kepada pesyaratan dan tata cara pendaftaran kapal atau aspek hukum publiknya saja.
2.    Ruang Lingkup
Pendaftaran kapal meliputi :
a. Pendaftaran hak milik,
b. Pembebanan hipotek
c. Pencatatan hak kebendaan lainnya atas kapal.
Pembebanan hipotek dan hak kebendaan lainnya atas sebuah kapal baru dapat dilakukan bila hak milik atas kapal dimaksud telah didaftarkan.

3.    Tujuan
a.    Mewujudkan hubungan yang sungguh-sungguh antara kapal dengan Indonesia sebagai negara bendera, agar dapat memperoleh surat tanda kebangsaan kapal sebagai legalitas mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal.
b.    Memberikan identitas yang jelas (fisik dan pemilik) kepada kapal sehingga dapat dibedakan satu sama lain.
c.    Mencatat dan mengikuti terus menerus beban-beban, hak-hak tanggungan dan sebagainya yang melekat pada kapal yang bersangkutan.
d.    Mencatat dan mengikuti terus menerus setiap perubahan yang terjadi atas kapal yang bersangkutan, baik nama, mesin maupun badan kapal.
e.    Dapat dijadikan jaminan hutang (hipotek).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendaftaran kapal dimaksudkan agar kapal yang bersangkutan selalu dapat diidentifikasikan sepanjang umur operasinya, karena itu setiap perubahan atas nama, pemilikan, ukuran dan spesifikasinya, tanda-tanda lain dari kapal harus secara jujur dilaporkan kepada pejabat pendaftaran kapal ditempat kapal didaftarkan.
4.    Aspek Hukum
a.    Hukum Perdata
1)     Pendaftaran kapal pada dasarnya adalah pendaftaran hak milik atas kapal.
2)     Kapal yang telah didaftarkan dapat dijadikan jaminan atas hutang dengan cara pembebanan hipotek atas kapal.
3)     Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hak kebendaan lainnya.
b.    Hukum Publik
1)   Kapal yang telah didaftarkan dapat memperoleh Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.
2)   Kapal yang telah memperoleh Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia wajib memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal baik nasional maupun internasional sesuai ukuran dan daerah pelayaran.
4. Jenis-jenis Angkutan Laut
Berdasarkan pasal 7 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, jenis angkutan laut terdiri atas : Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.
1.    Angkutan Laut Dalam Negeri
adalah kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional atau dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas-batas kedaulatan dalam negara.
Pelayaran dalam negeri yang meliputi:
a)        Pelayaran Nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Radius pelayarannya > 200 mil laut
b)        Pelayaran Lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan kapal-kapal yang berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah atau sama dengan 175 BRT ke bawah. Radius pelayarannya < 200 mil laut atau sama dengan 200 mil laut.
c)        Pelayaran Rakyat, yaitu pelayaran Nusantara dengan menggunakan perahu-perahu layar.
2.    Angkutan Laut Luar Negeri
adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khus us yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut[10] atau dalam artian dilakukan dengan pengangkutan di lautan bebas yang menghubungkan satu negara dengan negara lain.
Pelayaran luar negeri, yang meliputi:
a)      Pelayaran Samudera Dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan- pelabuhan negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan;
b)      Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke- dan dari luar negeri yang bukan merupakan pelayaran samudera dekat.
3.    Angkutan Laut Khusus
adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
4.   Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.
5. Konosemen / Bill of Loading
Bill of Lading (B/L) dalam KUHD masih menggunakan sebugtan konosemen yaitu terjemahan dari WvK Cognossement, dimana pengertiannya terdapat dalam:
a)    Hamburg Rules :
“Bill of lading means a document which evidences a contract of carriage by sea and the taking over or loading of the goods againts surrender document. A provision in the document that the goods are to be delivered to the order of a named person, or, to order, or to bearer, constitutes such an undertaking”.
b)   Pasal 506 ayat (1) KUHD:
“Konosemen ialah sepucuk surat yang ditanggali ddimana pengangkut menyatakan, bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkan kepada orang yang ditunjuk, beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan terjadi.”

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L berfungsi sebagai:
1)         Surat tanda terima barang dari pengangkut untuk pengirim/penerima
2)         Surat bukti perjanjian pengangkutan.
3)         Surat bukti pemilikan barang[17]
4)         Surat berharga[18]

B/L yang dapat diperdagangkan ditandai dengan tulisan “Original dan yang tidak dapat diperdagangkan dengan tanda “Not Negotiable”. B/L yang tergolong atas pengganti apabila diperalihkan harus menggunakan cara endosemen dan penyerahan suratnya (pasal 508 KUHD).
Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506, 507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal 14 ayat 1 Hamburg Rules.

v  Macam-macam B/L:
1)      Berdasarkan cara penerbitannya:
a)        Rekta B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan Cessie
b)        Order B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan endorsement, terdiri dari order of shipper B/L atau order blanko atau konosemen blanko.
2)      Berdasarkan nilai yang terkandung di dalamnya:
a)        Clean B/L
b)        Dirty B/L
3)      Berdasarkan pelabuhan tujuan :
a)        Direct/straight B/L
b)        Optional B/L
c)        Through B/L
6. Carter / Penyewaan Kapal
1. Pengertian Umum Chater Kapal
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Charter Kapal adalah merupakan kegiatan sewa menyewa ruang  kapal.
Didalam dunia pelayaran, Charter Kapal dapat kita ketahui ada tiga jenis system Charter kapal Yaitu :
a.      Time Charter adalah system penyewaan kapal antara pemilik kapal ( Ship’s Owner) dengan Penyewa (Charterer) yang di dasarkan pada jangka waktu (lamanya penyewaan) yang di setujui bersama oleh kedua belah pihak
·        Persyaratan umum
1.      Pemilik kapal, menerima sejumlah uang sewa ( charterer hire rate) dari pihak penyewa ( Charterer) selanjutnya menyerahkan kapal dimaksud kepada penyewa untuk dipergunakan mengangkut sejumlah barang muatan.
2.      Waktu penyewaan( Lamanyan sewa menyewa) telah di tentukan ( satu,tiga,enam bulan atau satu tahun)
3.      Ditentukan pula biaya-biaya apa saja yang menjadi beban pihak pemilik kapal dan penyewa kapal.
4.      Semua beban yang terkait dengan kapal ( gaji ABK,perawatan kapal, perbekalan dan lain-lainnya) menjadi beban tanggungan pihak pemilik kapal ( ship’s owner) tetapi biaya-biaya pelabuhan sandar,DSB dimana kapal yang di sewa itu singgah/ meninggalkan pelabuhan, bahan bakar minyak,air minum dan biaya-biaya lain terkait dengan kepentingan penyewa, maka semua beban biaya tersebut, menjadi tanggung jawab pihak penyewa ( Charterer)
B.    Voyage Charterer
adalah suatu system penyewa kapal antara pemilik dan penyewa kapal atas dasar satu atau beberapa trayek angkutan./perjalanan kapal, dimana untuk trayek dimaksud, pemilik kapal akan menyerahkan seluruh atau sebagian ‘Ruang Muatan’ ( Cargo Space Available), Kepada penyewa Setelah yang bersangkutan membayar tariff sewa per voyage ( Trayek perjalanan/ pengangkutan)
o    Ketentuan umum:
1.         Pemilik kapal akan menanggung semua biaya-biaya kapal baik saat kapal berada di pelabuhan, dalam proses pengangkutan, semua biaya-biaya kebutuhan kapal termaksuk bahan bakar dan air minum.
2.         Penyewa hanya berkewajiban mambayar uang sewa muatan sesuai tariff yang telah di sepakati bersama untuk satu trayek angkutan ( Voyage Hire Rate)
C.   Bareboat Charter adalah suatu system sewa menyewa kapal, dimana pihak pemilik kapal, menyerah kapal dalam keadaan kosong, tanpa ABK tetapi lengkap dengan segel sarana/peralatan dan perlengkapan kapal untuk berlayar secara aman, setelah menerima uang sewa( Hire Rate) dari pihak penyewa ( Charterer)
1.     Hal-Hal yang di tulis dalam Perjanjian Charter ( Charter Party/ Surat perjanjian laut)
Dalam melakukan sewa menyewa kapal (chartere kapal) adapun hal-hal yang di tulis dalam melakukan perjanjian antara lain:
Ø  Nama pencharter / alamat
Ø  Nama alamat perusahaan pemilik kapal
Ø  System pengangkutan ( Fiost)
Ø  Waktu kedatangan kapal
Ø  Nama pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan
Ø  Tarif sewa
Ø  Term pembayaran
Ø  Jumlah barang yang di angkut
Ø  Tanggal muat dan sangsi
Ø  Sistem bongkar muat
Ø  Kewajiban pihak penyewa
Ø  Ketentuan mengenai jangka waktu
Ø  Ketentuan mengenai General Average
Ø  Ketentuan Force Majeure
Ø  Penyelesaian perselisihan
Ø  Seluk beluk kapal melipiti :
      Nama kapal
      Tahun pembuatan kapal
      Status kapal ( milik,keganan/charter)
      Bendera
      GRT/NRT
      DWT ( Dead weight ton)
      Kapasitas muat
      Lain-lain atau ketentuan khusus
 7. Sifat Usaha Pelayaran
Pembagian jenis usaha pelayaran menurut sifat yang ada di perusahaan memiliki 2 bentuk usaha pelayaran yakni :
1.      Pelayaran  Tetap
Ialah pelayaran yng dijalankan secara tetap dan teratur, baik dalam hal keberangkatan maupun kedatangan kapal di pelabuhan, dalam hal ini trayek dan tarif angkutan serta dalam hal syarat syarat perjanjian pengangkutan
2.      Pelayaran tidak tetap
Merupakan peleyaran bebas yang tidak terikat, dengan kesatuan kesatuan formal apapun. Kapal dalam melakukan pelayaran kemana sja dan membawa muatan ap saja sepanjang tidak dilarang oleh kesatuan Negara
8. Tanggung jawab Pengangkut
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa tanggung jawab si pengangkut antara lain:
(ayat 1)              “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.”
(ayat 2)              “Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.”
(ayat 3)              “Ia bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka, yang dipekerjakannya, dan untuk segala benda ya ng dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.”

3)   Pengirim barang
a)    Pemegang kuasa
b)   Komisioner
c)    Penyimpan barang
d)   Penyelenggara usaha
Selain ekspeditur dalam pengangkutan laut dikenal pula pihak-pihak yang terkait lainnya, yaitu sbb:
a)    Pengatur muatan
b)   Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut
Menurut pasal 1 PP no 2 tahun 1969 yang dimaksudkan dg Per-Veem-An ialah:
“Usaha yang ditujukan kpd penampungan dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dg mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi: antara lain kegiatan ekspidisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”
9. Nahkoda
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan dan Hak Nahkoda
1.  Setelah tiba di suatu pelabuhan, nahkoda dapat menyuruh pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan kapal mengenai kejadian dalam perjalanan.
2. Bila sangat diperlukan, demi keselamatan kapal atau muatannya, nahkoda berwenang untuk melemparkan ke laut atau memakai habis perlengkapan kapal dan bagian dari muatan.
3. Nahkoda dalam keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil dengan membayar ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau yang termasuk muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang ada di kapal.
4. Nahkoda mempunyai kekuasaan disipliner atas anak buah kapal. Untuk mempertahankan kekuasaan ini ia dapat mengambil tindakan yang selayaknya diperlukan.
5. Nahkoda mempunyai kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib menaati perintah yang diberikan oleh nahkoda untuk kepentingan keamanan atau untuk mempertahankan ketertiban dan disiplin.










Sumber
pasal 7 UU No 17 tahun 2008
KUHD
UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

0 komentar:

Posting Komentar

Halllooooooooooo......

Welcome to My Blog.......

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

© Vicky Surya.com, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena